Welcome to Taufan Lubis Blog

Many times the difference between failure and success is doing something nearly right..... or doing something exactly right.

Friday, March 09, 2007

ANAK ANJING DIJUAL

Sebuah toko hewan peliharaan (pet store) memasang papan iklan yang menaik bagi anak-anak kecil, "dijual anak anjing". Segera saja seorang anak lelaki datang, masuk ke dalam toko dan bertanya "Berapa harga anak anjing yang anda jual itu?"

Pemilik toko itu menjawab, "Harganya berkisar antara 30 - 50 Dollar."

Anak lelaki itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa keping uang, "Aku hanya mempunyai 2,37 Dollar, bisakah aku melihat-lihat anak anjing yang anda jual itu?"

Pemilik toko itu tersenyum. Ia lalu bersiul memanggil anjing-anjingnya. Tak lama dari kandang aning munculah anjingnya yang bernama Lady yang diikuti oleh lima ekor anak anjing. Mereka berlari-larian di sepanjang lorong toko. Tetapi, ada satu anak anjing yang tampak berlari tertinggal paling belakang.

Si anak lelaki itu menunjuk pada anak anjing yang paling terbelakang dan tampak cacat itu. Tanyanya, "Kenapa dengan anak anjing itu?"

Pemilik toko menjelaskan bahwa ketika dilahirkan anak anjing itu mempunyai kelainan di pinggulnya, dan akan menderita cacat seumur hidupnya.

Anak lelaki itu tampak gembira dan berkata, "Aku beli anak anjing yang cacat itu."

Pemilik toko itu menjawab, "Jangan, jangan beli anak anjing yang cacat itu. Tapi jika kau ingin memilikinya, aku akan berikan anak anjing itu padamu."

Anak lelaki itu jadi kecewa. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "Aku tak mau kau memberikan anak anjing itu cuma-cuma padaku. Meski cacat anak anjing itu tetap mempunyai harga yang sama sebagaimana anak anjing yang lain.

Aku akan bayar penuh harga anak anjing itu. Saat ini aku hanya mempunyai 2,35 Dollar. Tetapi setiap hari akan akan mengangsur 0,5 Dollar sampai lunas harga anak anjing itu."

Tetapi lelaki itu menolak, "Nak, kau jangan membeli anak anjing ini. Dia tidak bisa lari cepat. Dia tidak bisa melompat dan bermain sebagaiman anak anjing lainnya."

Anak lelaki itu terdiam. Lalu ia melepas menarik ujung celana panjangnya. Dari balik celana itu tampaklah sepasang kaki yang cacat. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "Tuan, aku pun tidak bisa berlari dengan cepat. Aku pun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main sebagaimana anak lelaki lain. Oleh karena itu aku tahu, bahwa anak anjing itu membutuhkan seseorang yang mau mengerti penderitaannya."

Kini pemilik toko itu menggigit bibirnya. Air mata menetes dari sudut
matanya. Ia tersenyum dan berkata, "Aku akan berdoa setiap hari agar
anak-anak anjing ini mempunyai majikan sebaik engkau."

Renungan:
Bahkan mereka yang cacat pun mempunyai nilai yang sama dengan mereka yang normal.

Mana ciuman untukku ????

Dulu ada seorang gadis kecil bernama Cindy. Ayah Cindy bekerja enam
hari dalam seminggu, dan sering kali sudah lelah saat pulang dari kantor. Ibu Cindy bekerja sama kerasnya mengurus keluarga mereka -memasak, mencuci dan mengerjakan banyak tugas rumah tangga lainnya.

Mereka keluarga baik-baik dan hidup mereka nyaman. Hanya ada satu
kekurangan, tapi Cindy tidak menyadarinya.
Suatu hari, ketika berusia sembilan tahun, ia menginap dirumah temannya, Debbie, untuk pertama kalinya. Ketika waktu tidur tiba, ibu
Debbie mengantar dua anak itu ketempat tidur dam memberikan ciuman selamat malam pada mereka berdua.

"Ibu sayang padamu," kata ibu Debbie.
"Aku juga sayang Ibu," gumam Debbie.
Cindy sangat heran, hingga tak bisa tidur. Tak pernah ada yang memberikan ciuman apap pun padanya.. Juga tak ada yang pernah mengatakan menyayanginya. Sepanjang malam ia berbaring sambil
berpikir, Mestinya memang seperti itu .

Ketika ia pulang, orangtuanya tampak senang melihatnya.
"Kau senang di rumah Debbie?" tanya ibunya.
"Rumah ini sepi sekali tanpa kau," kata ayahnya.
Cindy tidak menjawab. Ia lari ke kamarnya. Ia benci pada orangtunya.
Kenapa mereka tak pernah menciumnya? Kenapa mereka tak pernah memeluknya atau mengatakan menyayanginya ? Apa mereka tidak menyayanginya?.

Ingin rasanya ia lari dari rumah, dan tinggal bersama ibu Debbie.
Mungkin ada kekeliruan, dan orangtuanya ini bukanlah orang tua
kandungya. Mungkin ibunya yang asli adalah ibu Debbie.

Malam itu, sebelum tidur, ia mendatangi orangtunya. "Selamat malam,"katanya. Ayahnya,yang sedang membaca koran, menoleh.
"Selamat malam,' sahut ayahnya.
Ibu Cindy meletakkan jahitannya dan tersenyum.
"Selamat malam, Cindy."

Tak ada yang bergerak. Cindy tidak tahan lagi.
"Kenapa aku tidak pernah diberi ciuman?" tanyanya.
Ibunya tampak bingung. "Yah," katanya terbata-bata, "sebab... Ibu
rasanya karena tidak ada yang pernah mencium Ibu waktu waktu Ibu masih kecil. Itu saja."

Cindy menangis sampai tertidur. Selama berhari-hari ia merasa marah.
Akhirnya ia memutuskan untuk kabur. ia akan pergi kerumah Debbie dan tinggal bersama mereka. Ia tidak akan pernah kembali kepada orangtuanya yang tidak pernah menyayanginya.
Ia mengemasi ranselnya dan pergi diam-diam.Tapi begitu tiba di rumah
Debbie, ia tidak berani masuk. Ia merasa takkan ada yang mempercayainya. Ia takkan diizinkan tinggal bersama orangtua Debbie.
Maka ia membatalkan rencananya dan pergi.

Segalanya terasa kosong dan tidak menyenangkan. Ia takkan pernah
mempunyai keluarga seperti keluarga Debbie. Ia terjebak selamanya bersama orangtua yang paling buruk dan paling tak punya rasa sayang
di dunia ini.

Cindy tidak langsung pulang, tapi pergi ke taman dan duduk di bangku.
Ia duduk lama, sambil berpikir,hingga hari gelap. Sekonyong-konyong
ia mendapat gagasan. Rencananya pasti berhasil. Ia kan membuatnya
berhasil.

Ketika ia masuk kerumahnya, ayahnya sedang menelpon. Sang ayah langsung menutup telepon. ibunya sedang duduk dengan ekspresi cemas.
Begitu Cindy masuk, ibunya berseru," Dari mana saja kau? Kami cemas
sekali!".

Cindy tidak menjawab, melainkan menghampiri ibunya dan memberikan
ciuman di pipi, sambil berkata,"Aku sayang padamu,Bu."
Ibunya sangat terperanjat, hingga tak bisa bicara. Lalu Cindy
menghampiri ayahnya dan memeluknya sambil berkata,"Selamat malam,
Yah. Aku sayang padamu," Lalu ia pergi tidur, meninggalkan
kedua orangtunya yang terperangah di dapur.

Keesokan paginya, ketika turun untuk sarapan, ia memberikan ciuman lagi pada ayah dan ibunya. Di halte bus, ia berjingkat dan mengecup
ibunya. "Hai, Bu,"katanya. "Aku sayang padamu."

Itulah yang dilakukan Cindy setiap hari selama setiap minggu dan setiap bulan. Kadang-kadang orangtuanya menarik diri darinya dengan kaku dan canggung. Kadang-kadang mereka hanya tertawa. Tapi mereka tak pernah membalas ciumannya. Namun Cindy tidak putus asa. Ia telah membuat rencana, dan ia menjalaninya dengan konsisten.

Lalu suatu malam ia lupa mencium ibunya sebelum tidur. Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka dan ibunya masuk.
"Mana ciuman untukku ?" tanya ibunya, pura-pura marah.
Cindy duduk tegak. "Oh, aku lupa," sahutnya.
Lalu ia mencium ibunya. "Aku sayang padalmu, Bu." Kemudian ia berbaring
lagi.

"Selamat malam,"katanya, lalu memejamkan mata.
Tapi ibunya tidak segera keluar. Akhirnya ibunya berkata. "Aku
juga sayang padamu."
Setelah itu ibunya membungkuk dan mengecup pipi Cindy."Dan jangan
pernah lupa menciumku lagi," katanya dengan nada dibuat tegas.

Cindy tertawa. "Baiklah,"katanya. Dan ia memang tak pernah lupa lagi.
Bertahun-tahun kemudian, Cindy mempunyai anak sendiri, dan ia selalu
memberikan ciuman pada bayi itu, sampai katanya pipi mungil bayinya
menjadi merah.

Dan setiap kali ia pulang kerumah, yang pertama dikatakan ibunya adalah, :Mana ciuman untukku?" Dan kalau sudah waktunya Cindy pulang,
Ibunya akan berkata, Aku sayang padamu. Kau tahu itu, bukan?"
"Ya,Bu," kata Cindy. "Sejak dulu aku sudah tahu."

"Bila kita ingin mengubah sesuatu dalam kehidupan kita sehari-hari
dan ingin agar orang lain melakukannya pada diri kita sendiri,
Lakukan & mulailah dari diri kita sendiri. jangan putus asa!!!.
Bila jadi orangtua kelak, untuk menunjukkan kasih sayang kepadanya, "Cium dan Peluklah".
Sumber: Chicken Soup For the Kid's Soul

How will I know if I met the person I should marry

The choice of a marriage partner should not be based on “I get a warm , wonderful feeling whenever we’re together and I want to have that warm wonderful feeling forever, so let’s go get married.”.

Feelings, as we have discussed, have no logic on their own. They need to be acknowledge, of course, but they need considerable assistance from your brain.

Marriage means choosing the person you will spend the rest of your life with. This, as you may have guessed, is a very long time to spend with one person. This person will live with you, eat meals with you, sleep with you, and go on vacation with you. More important yet, this person will share your children. You need to choose wisely. The decision should not be made based on feelings alone. You need to ask yourself some tough questions. The decisions have to be made on solid considerations.

Will this person be a good partner?
Is she mature enough to put her own selfish desires aside to look out for what is best for the family?
Is he prepared to be a good provider?
What is his track record?
Is he responsible enough to get a good job and keep it?

Will this person be a good parent?
Can you stand the thought of your children turning out exactly like this person? They will, you know. Children spend a lot of time with their parents and consequently pick up many or most of their parents’ character traits. You had better like your spouse’s traits a lot because you will be seeing them again in your children.
If something were to happen to you, would you completely trust this person, alone, with the ask of raising and forming your children?
This is not a pleasant thought, but it is an important consideration. Not everyone dies at a ripe old age with great grandchildren gathered around the bed. Sometimes a parent dies and leaves young children in the care of the other parent. IF you feel that you would need to be around to correct or lessen this person’s influence on your children, then you are considering the wrong person.

Does this person share your faith in God?
God does not give us children so that we can mold them into the coolest, most popular people in school. Our job is to get them to heaven. To do that, we need to raise them believing in God. It is tough to do that if only one
parent believes.

Saying “this is right and this is wrong, and I want you to ignore Mommy until you are thirty-five” does not work.
Small children ask about eight skillion questions in a single day. The answers to those questions go a long way toward forming the kind of adults they will become. Who will be answering those questions for your children?

Does this person you are marrying have sexual self-control?
Single people sometimes have this idea that marriage is just some kind of life long sex festival and that as long as they have each other, they will never be tempted by other people. Wrong!
There are many times in every marriage when one partner or the other is sexually unavailable -illness, the last months of pregnancy, travel.
There are also times when spouses, just get on each others’ nerves.
At times like this, other people can seem very appealing.
That can be dangerous, because there are plenty of very attractive people out there who are willing to make them available to married men and women.

Do you want someone who has never said “no” to sex?
If he is not good at saying “no” at eighteen, it won’t be different at forty. Do you want to worry about whether or not your spouse is being faithful?
There are very important questions, and if you are not comfortable with all of the answers, you should definitely not marry this person.

None if this is to say that feelings play no role at all in a marriage decision. You don’t have to, “Well, I suppose that you would make a good spouse and
parent, so even though I don’t particularly like you I guess I’ll marry you”. You need to be happy and excited about the prospect of spending your life with someone. Your brain however, must acknowledge that this person as a good catch.

Don’t listen to your heart alone or your head alone.
Wait until your heart and head agree.